Notification

×

PMKRI Desak Hentikan Represi Aparat dan Batalkan Kebijakan Kontroversial Pemerintah

Jumat, 29 Agustus 2025 | Agustus 29, 2025 WIB Last Updated 2025-08-29T12:28:29Z
Pengurus Pusat PMKRI Periode 2024-2026 (dok PP PMKRI)
Jakarta, Fakta Line – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) mengecam tindakan represif aparat dalam menangani demonstrasi di Jakarta, 28 Agustus 2025. Aksi yang digelar sejumlah kelompok masyarakat sipil itu berujung ricuh setelah kendaraan taktis Brimob menabrak pengemudi ojek online. Satu orang tewas.


“Demonstrasi adalah bentuk keprihatinan warga, tapi justru dihadapi dengan kekerasan. Polri gagal keluar dari wajah lama yang represif dan anti-demokrasi,” kata Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI, Susana F. M. Kandaimu, dalam keterangan resminya, Jumat, 29 Agustus 2025.


Susan menilai kekerasan aparat hanya mempertegas sikap pemerintah yang tidak peka terhadap jeritan rakyat. Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Istana, TNI, dan Polri dianggap tetap menutup mata.


Menurut Susan, demokrasi dan ekonomi Indonesia sedang menghadapi masalah serius. Ia menyoroti sejumlah kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka: kenaikan PPN, program Makan Bergizi Gratis (MBG), rencana pembukaan 20 juta hektare hutan untuk pangan dan energi, pengesahan UU TNI Nomor 3 Tahun 2025, hingga pemangkasan besar-besaran dana transfer pusat ke daerah.


“Semua kebijakan itu memperparah praktik monopoli, korupsi, pelanggaran HAM dan lingkungan, melemahkan supremasi sipil, dan memperlebar kesenjangan sosial,” kata Susan. Bersamaan dengan itu, ia menambahkan, pemutusan hubungan kerja kian masif, daya beli melemah, sementara janji pemerintah dianggap terlalu banyak yang “over promise” alias tak realistis.


DPR juga disorot karena dinilai lebih mementingkan kenaikan gaji dan tunjangan ketimbang mengesahkan regulasi yang dibutuhkan publik, seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Perampasan Aset. PMKRI menuding masih banyak menteri dan wakil menteri merangkap jabatan, sementara TNI aktif justru terlibat mengurusi ranah sipil.


Atas kondisi itu, PMKRI menyampaikan delapan tuntutan:

1. Hentikan seluruh sikap represif dalam menangani demonstrasi rakyat.


2. Tangkap, adili, dan penjarakan personel Brimob yang merenggut nyawa pengemudi ojek online pada 28 Agustus 2025.


3. Bebaskan 600 demonstran yang ditahan di Polda Metro Jaya karena penahanan mencederai hak konstitusional warga.


4. Presiden segera mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo karena dinilai gagal mengubah watak represif Polri.


5. Batalkan UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 dan tegakkan konstitusi, demokrasi, negara hukum, serta supremasi sipil.


6. Tolak rencana pembukaan 20 juta hektare hutan untuk pangan dan energi karena berpotensi menimbulkan bencana ekologis, kekeringan, dan penggusuran masyarakat.


7. Hentikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dianggap rawan jadi sarang rente.


8. Copot menteri dan wakil menteri di Kabinet Merah Putih yang merangkap jabatan.


“Reformasi institusi kepolisian adalah cita-cita pasca-Orde Baru yang paling diharapkan publik. Tapi jargon Polri sebagai institusi sipil yang humanis kini hanya omong kosong,” ujar Susan.**