![]() |
Pose pernikahan Mario Pranda dan dr. Stevi Harman, Jakarta, Sabtu (7/6/2025). Foto: Tim Stevi |
Yang menarik, pemberkatan pernikahan keduanya tidak dipimpin oleh sosok pastor ternama ibu kota, melainkan oleh RD Felix Jawa, imam dari Paroki Maria Diangkat ke Surga Wonda, Keuskupan Agung Ende. Pastor kampung dari dataran tinggi Ende itu menjadi pilihan utama Mario dan Stevi untuk memimpin momen sakral mereka.
“Ini bukan hanya soal seremoni, tapi soal pesan,” kata Stevi. “Kami ingin memulai pernikahan ini dengan semangat kesetaraan dan kedekatan dengan akar.”
Paroki Wonda terletak di Kecamatan Ndori, Kabupaten Ende, NTT. Daerah ini berada di kawasan perbukitan dengan akses yang menantang. Umat yang dilayani Pastor Felix sebagian besar adalah petani yang hidup dalam kesederhanaan, jauh dari pusat kekuasaan dan sorotan.
Dari tempat seperti inilah Mario dan Stevi justru menemukan makna paling jujur untuk memulai kehidupan bersama. Keduanya menganggap pilihan terhadap Pastor Felix sebagai cerminan nilai dan keyakinan yang selama ini mereka pegang: kesederhanaan, pelayanan, dan keberpihakan.
Stevi, putri sulung politisi senior Dr. Benny K. Harman, tumbuh dalam atmosfer politik nasional. Namun dari pengalaman itulah ia menyadari bahwa esensi pelayanan publik lahir bukan dari panggung kekuasaan, melainkan dari tanah tempat rakyat berpijak. “Bukan di gedung-gedung tinggi kita belajar tentang pelayanan,” ucapnya, “tapi di tanah yang dilalui rakyat setiap hari.”
Mario, anak dari Drs. Wilfridus Fidelis Pranda, Bupati pertama Manggarai Barat, memiliki pandangan serupa. Ia menyebut Pastor Felix sebagai “sosok Gereja yang membumi,” yang hadir menyatu bersama umat.
“Kami percaya nilai seperti kesetiaan, pengorbanan, dan kesederhanaan justru nyata dalam kehidupan para gembala kecil seperti beliau,” kata Mario.
Bagi pasangan ini, pernikahan bukan hanya penyatuan dua keluarga besar, melainkan juga penegasan arah hidup dan komitmen politik. Mereka sadar sebagai figur publik, setiap langkah akan ditafsirkan. Namun, mereka ingin langkah pertama rumah tangga ini mencerminkan nilai yang mereka pegang sejak awal.
“Kami tahu semua langkah akan dinilai, tapi justru karena itu kami ingin memulainya dengan nilai yang benar,” ujar Mario.
Dalam khotbahnya, RD Felix tak melewatkan konteks politik kedua mempelai. Ia menyinggung darah politik yang mengalir dalam diri Mario dan Stevi. Mario sebagai anak dari tokoh birokrasi NTT, dan Stevi sebagai putri dari politisi nasional yang dikenal kritis dan vokal.
Namun, menurut RD Felix, warisan politik itu seharusnya tidak menjauhkan, melainkan mendekatkan keduanya kepada kasih yang lebih dalam—kepada Tuhan dan kepada sesama.
“Darah politik yang turun dari Bapak Benny dan Bapak Fidelis membentuk kalian berdua untuk semakin kaya dalam kasih,” ujar Pastor Felix. “Terutama kepada mereka yang terlupakan.”
Bagi Pastor Felix, pernikahan Mario dan Stevi bukan hanya momen spiritual, tetapi juga refleksi atas misi hidup yang senantiasa bersinggungan dengan ruang publik dan kebijakan. Politik, katanya, bukan hanya alat kekuasaan, melainkan juga ruang pengabdian yang menuntut keberpihakan.
“Intinya harus ada kasih,” katanya menutup khotbah. “Tanpa kasih, hidup ini hambar, tidak ada rasa.” **